ChatGPT dan Generative AI, Ancaman Terhadap Bisnis yang Tidak Siap Beradaptasi

TopOne.id – Sebelumnya, banyak orang khawatir dengan munculnya teknologi seperti ChatGPT yang bisa mengambil alih pekerjaan manusia.

Kini, ancaman baru muncul Generative AI yang seperti ChatGPT bisa membuat perusahaan kita gulung tikar.

Fenomena ini sudah mulai terasa di Amerika Serikat dan bisa jadi akan menyusul di Indonesia.

Bagaimana AI bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan? Sektor mana yang akan terdampak paling parah?

Apa yang harus kita lakukan untuk menghadapinya? Yuk, kita bahas lebih dalam!

Dari Bantu Tugas Sehari-hari, Hingga Mengancam Bisnis

Awalnya, banyak orang melihat ChatGPT hanya sebagai alat bantu yang bisa digunakan untuk menyelesaikan tugas sehari-hari.

Teknologi ini dianggap sangat membantu, mulai dari menulis, mencari ide, hingga menjawab berbagai pertanyaan.

Namun, seiring berjalannya waktu, teknologi ini mulai menunjukkan potensi yang lebih besar bahkan mengancam keberadaan sejumlah perusahaan.

Di Amerika Serikat, beberapa perusahaan sudah merasakan dampaknya.

Misalnya, Chegg, sebuah perusahaan bimbingan belajar online, kehilangan lebih dari separuh pelanggannya yang beralih menggunakan AI chatbot gratis seperti ChatGPT.

Saham Chegg pun jatuh hampir 99%, dan mereka terpaksa memecat ribuan karyawan.

Fenomena yang serupa juga dialami oleh Stack Overflow, platform favorit para programmer, yang kehilangan setengah penggunanya setelah banyak yang beralih ke ChatGPT atau GitHub Copilot yang mampu memberikan solusi instan.

Bahkan perusahaan terjemahan profesional seperti RWS mengalami penurunan pendapatan karena kliennya beralih ke teknologi AI yang lebih ekonomis.

Sebelumnya, ketiga perusahaan ini dianggap kokoh, namun sekarang mereka terpaksa menghadapi kenyataan bahwa AI telah menggantikan banyak peran mereka.

Ancaman Disrupsi AI di Indonesia

Indonesia tak luput dari ancaman disrupsi AI. Survei yang dilakukan oleh Populix pada April 2023 menunjukkan bahwa 45% pekerja dan pengusaha di Indonesia sudah memanfaatkan aplikasi berbasis AI untuk menunjang pekerjaan mereka.

Negara kita juga menjadi salah satu negara dengan jumlah pengguna ChatGPT terbanyak di dunia.

Lantas, bagaimana agar perusahaan di Indonesia tidak mengalami nasib yang sama seperti Chegg, Stack Overflow, atau RWS?

Kunci utamanya adalah pemahaman tentang bagaimana AI bisa menggantikan pekerjaan manusia dalam bisnis.

Kenapa AI Bisa Menggantikan Perusahaan Tradisional?

Saat ChatGPT pertama kali diluncurkan pada November 2022, banyak orang menganggapnya sebagai teknologi biasa.

Namun, seiring waktu, kemampuan AI ini semakin canggih.

Sebagai contoh, teknologi ini tidak hanya dapat membantu pekerjaan administratif seperti pencatatan data, tetapi juga pekerjaan yang lebih kompleks, seperti menulis kode atau menerjemahkan teks.

Hal inilah yang menyebabkan semakin banyak pekerjaan rutin terutama yang tidak membutuhkan banyak kreativitas terancam tergantikan oleh AI.

Sektor-sektor seperti administrasi, pelayanan pelanggan, dan logistik menjadi yang paling terdampak.

Bahkan, World Economic Forum memperkirakan bahwa pada 2027, sebanyak 14 juta lapangan pekerjaan akan hilang karena otomatisasi AI.

Namun, fenomena ini tidak hanya mengancam pekerjaan, tetapi juga perusahaan.

Chegg, Stack Overflow, dan RWS adalah contoh nyata bagaimana teknologi AI seperti ChatGPT bisa meruntuhkan bisnis yang sebelumnya stabil.

Dalam kasus Chegg, meskipun perusahaan ini menawarkan berbagai layanan bimbingan yang lengkap, penggunaannya masih dianggap kurang fleksibel dan mahal.

Ketika ChatGPT menawarkan solusi lebih praktis, banyak pengguna yang berpindah.

Sektor Bisnis yang Rentan Terhadap Disrupsi AI

Jika dilihat lebih jauh, perusahaan-perusahaan yang paling rentan terhadap disrupsi AI adalah mereka yang menawarkan layanan yang mudah digantikan AI seperti menjawab soal, menulis kode, atau menterjemahkan teks.

AI bisa melakukannya dengan cepat, akurat, dan lebih murah. Ini berbeda dengan sektor hukum atau kesehatan, di mana kesalahan kecil dalam proses bisa berakibat fatal.

Namun, meskipun beberapa sektor lebih rentan, bisnis yang membutuhkan keahlian khusus dan sentuhan personal masih relatif aman. Meskipun begitu, tidak berarti sektor-sektor ini bebas dari dampak AI.

Banyak pekerjaan dalam sektor-sektor ini yang tetap bisa digantikan oleh AI seiring berjalannya waktu.

Adaptasi dan Inovasi: Kunci Bertahan di Tengah Disrupsi

Lalu, bagaimana agar perusahaan kita bisa bertahan dan bahkan berkembang di tengah disrupsi AI ini? Adaptasi dan inovasi menjadi kunci utamanya.

Perusahaan yang tidak mau beradaptasi dengan teknologi baru dan hanya bertahan dengan model lama akan kesulitan.

Sebaliknya, mereka yang memanfaatkan AI untuk memperkuat layanan dan menawarkan nilai lebih kepada pelanggan akan menemukan peluang emas.

Contoh yang bisa dijadikan pembelajaran adalah Duolingo, aplikasi belajar bahasa yang berhasil memanfaatkan AI untuk menghadapi ancaman.

Duolingo memanfaatkan AI untuk menciptakan karakter AI bernama Lily, yang tidak hanya mengajarkan bahasa tetapi juga menawarkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan unik.

Berkat inovasi ini, Duolingo berhasil menarik perhatian investor dan meningkatkan harga sahamnya hingga 6%.

Tiga Pelajaran dari Kehancuran Perusahaan Akibat AI

Dari kisah Chegg, Stack Overflow, dan RWS, ada tiga pelajaran penting yang bisa kita ambil:

  1. AI bukan lagi sekedar alat bantu. AI bisa menggantikan bisnis atau layanan tradisional yang sebelumnya dianggap stabil. Kita harus selalu waspada terhadap perubahan teknologi.
  2. Jika produk atau layanan di bisnis kita tidak bisa mengalahkan AI, manfaatkan AI itu. Duolingo adalah contoh bagaimana AI bisa menjadi fitur tambahan yang memperkaya layanan.
  3. Kemampuan untuk beradaptasi adalah kunci. Perusahaan yang mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan teknologi akan lebih mudah bertahan dan bahkan berkembang, sementara yang bertahan dengan cara lama akan semakin tertinggal.

Dalam dunia yang semakin cepat berubah, AI bukanlah ancaman yang bisa diabaikan. Sebagai pemimpin bisnis, kita harus mampu membaca arah perubahan teknologi dan siap berinovasi.

Dengan memanfaatkan AI secara kreatif, kita bisa mengubah tantangan menjadi peluang untuk tumbuh lebih besar.

Jangan hanya mengikuti tren—berhentilah sejenak untuk mengevaluasi posisi kita dan siap-siap untuk menghadapi masa depan yang semakin cepat berubah.