Praktik Jastip Disebut Rugikan Negara, Pengamat Ekonomi Desak Pemerintah Edukasi Aturan Impor

TopOne.id – Fenomena praktik jasa titip (jastip) sedang banyak digemari masyarakat Indonesia, diketahui harga barang dijajakan lebih murah dibanding lewat impor legal. Meski begitu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menilai itu sebagai bisnis yang merugikan negara.

Usaha jastip dinilai merugikan negara lantaran barang masuk ke dalam wilayah Indonesia tanpa membayar bea masuk yang berarti itu dianggap ilegal.

Adapun dua modus yang kerap digunakan para pelaku jastip adalah memecah barang-barang ke beberapa penumpang lain atau memisahkan barang dengan kotak kemasan. Kedua modus itu diyakini dapat membuat barang tidak terkena pajak.

Padahal, negara secara jelas telah menetapkan jalur masuk barang-barang impor dalam aturan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI).

Terkait itu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan bahwa sorotan jastip bukan soal ilegal atau tidak, tetapi soal pembayaran bea masuk yang seharusnya dilakukan para pelakunya.

Menurut Nirwala, jastip yang lewat jalur seharusnya tetap diperbolehkan beredar dan menyatakan itu sebagai kegiatan legal.

“Bagaimana jastip dianggap ilegal? Kita tidak berbicara ilegal atau legal, karena selama dia membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor terkait barang bawaannya, itu legal ” ujar Nirwala Dwi Heryanto membeberkan penjelasan soal maraknya praktik jastip.

Nirwala kemudian memberikan imbauan kepada masyarakat yang berkecimpung dalam praktik jastip agar segera mengikuti prosedur PDRI itu.

Menyusul itu, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mendesak pemerintah segera menggelar sesi edukasi terkait aturan bea masuk dari barang jastip hasil impor itu. Wakil Direktur INDEF itu nampak menyetujui bahwa praktik jastip adalah hal yang merugikan negara.

Bukan hanya itu, praktik jastip juga dianggap telah terang-terang merusak persaingan bisnis di antara kalangan pelaku usaha yang memasukkan barang impor secara legal ke Indonesia.

“Menurut saya, bagaimanapun ini tetap merugikan negara, sehingga negara harus memastikan bahwa ini bisa ditangani. Apalagi, sekarang juga sudah makin terdigitalisasi kegiatan arus masuk dan keluar Indonesia,” ujarnya menuturkan pandangan.

“Harusnya bisa mengoptimalkan pengawasan terhadap barang-barang yang masuk ke Indonesia,” ujarnya lagi.

Sementara itu, Bea Cukai dalam media sosial resmi @bravobeacukai telah mengumumkan aturan perizinan barang impor legal yang dibawa pelaku perjalanan luar negeri, terdiri dari barang yang dipakai pribadi (personal use) dan bukan barang pribadi (non-personal use).

Untuk kategori impor barang non-personal use, PMK 203/2017 telah mengatur kewajiban pelaku perjalanan membayarkan bea masuk dan pajak dalam rangka impor.***