30 Gram untuk Rp 4 Juta: Demam Matcha dan Krisis Identitas Uji

Lebih dari Sekadar Matcha

Kekurangan matcha tidak berarti akhir dari segalanya di Uji. Masih banyak jenis teh lain yang tak kalah menarik—seperti sencha yang berwarna terang, gyokuro yang halus, atau hojicha, teh panggang dengan aroma kacang dan rasa yang bersahabat. Bahkan menurut saya, hojicha lebih nikmat daripada matcha.

Restoran dan toko suvenir di Uji juga menyajikan kreasi kuliner berbasis teh yang menggugah selera: dari ramen, gyoza, kari, hingga parfait matcha.

Saya sendiri mencicipi soba matcha dan latte instan yang menenangkan—meski saya tahu minuman itu bukan untuk kaisar, tapi cukup untuk menyenangkan diri saya sendiri.

Tradisi atau Tren?

Pengalaman di Uji menyadarkan saya bahwa di balik setiap kaleng matcha, ada sejarah, budaya, dan kerja keras yang tak terlihat.

Antrean panjang, keributan turis, dan kaleng-kaleng yang diborong dalam jumlah besar hanyalah satu sisi dari cerita.

Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa warisan budaya teh Jepang akan kehilangan maknanya di tengah ledakan komersialisasi.