TopOne.id – Kasus korupsi yang melibatkan Harve Mois, seorang pengusaha sekaligus suami aktris Sandra Dewi, kembali menjadi sorotan publik setelah vonis ringan yang dijatuhkan oleh majelis hakim.
Meski merugikan negara hingga ratusan triliun, Harve hanya dijatuhi hukuman penjara 6,6 tahun, jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menginginkan 12 tahun penjara.
Keputusan tersebut menuai reaksi keras, tidak hanya dari masyarakat umum, tetapi juga dari tokoh-tokoh besar, termasuk Presiden Prabowo Subianto dan Menko Polhukam Mahfud MD.
Presiden Prabowo secara terang-terangan mengkritik keputusan hakim tersebut saat berpidato di Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional pada Selasa, 7 Januari 2025.
Dalam pernyataannya, Prabowo menilai vonis tersebut terlalu ringan untuk kasus yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. “Ngerampok triliunan, vonisnya segitu? Jaksa Agung, naik banding! Vonisnya harus 50 tahun,” tegas Prabowo.
Tak hanya Prabowo, Mahfud MD juga menanggapi hal tersebut melalui akun X-nya. Ia menilai vonis yang dijatuhkan kepada Harve Mois sangat tidak logis, mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkan.
Fakta-fakta Mengenai Kasus Korupsi Harve Mois
Kasus ini bermula dari penyelidikan terhadap tata niaga komoditas timah yang dilakukan oleh PT Timah Tbk pada periode 2015-2022. Harve Mois diketahui berperan sebagai perantara yang membantu perusahaan swasta dalam mengelola tambang milik PT Timah secara ilegal.
Praktik ini diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp271 triliun dan kerusakan lingkungan yang parah.
Meski terdapat kontroversi mengenai angka kerugian tersebut, Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan Harve Mois sebagai tersangka dan menahannya pada Maret 2024.
Dalam pengembangan kasus ini, sejumlah aset mewah milik Harve Mois dan Sandra Dewi, termasuk mobil mewah seperti Rolls Royce dan Mini Cooper, disita oleh pihak berwenang.
Sandra Dewi, meski tidak terlibat langsung dalam bisnis suaminya, turut diperiksa sebagai saksi terkait aliran dana dan aset yang dimiliki bersama Harve.
Vonis Ringan: Reaksi Keras dari Publik dan Netizen
Ketika hakim Eko Arianto menjatuhkan vonis ringan kepada Harve Mois, banyak pihak merasa kecewa.
Jaksa Penuntut Umum sebenarnya telah menuntut Harve dengan hukuman 12 tahun penjara, namun majelis hakim menganggap tuntutan itu terlalu berat.
Salah satu pertimbangan hakim adalah sikap sopan Harve Mois selama persidangan, yang dianggap menjadi faktor yang meringankan vonis.
Kontroversi ini memicu gelombang protes di media sosial.
Banyak netizen yang mengkritik keputusan hakim dan mempertanyakan logika dibalik vonis tersebut.
Bahkan, ada yang mengaitkan keputusan hakim dengan dugaan adanya praktik “kong kali kong” atau kolusi antara pihak-pihak terkait.
Nama hakim Eko Arianto pun menjadi perbincangan publik setelah keputusan kontroversial ini. Profilnya langsung dicari dan diperbincangkan di media sosial, dengan sejumlah netizen bahkan membocorkan data pribadi hakim tersebut.
Desakan untuk Reformasi Sistem Peradilan
Reaksi keras ini juga memunculkan kembali wacana reformasi dalam sistem peradilan Indonesia.
Beberapa kalangan menilai sudah saatnya dilakukan perubahan dalam mekanisme seleksi hakim, penguatan transparansi proses peradilan, serta sanksi tegas terhadap hakim yang terbukti melakukan pelanggaran etik atau terlibat dalam korupsi.
Pemerintah, melalui Presiden Jokowi, telah meningkatkan gaji dan tunjangan hakim, namun banyak pihak merasa ini tidak cukup untuk mengurangi potensi perilaku koruptif.
Dengan meningkatnya ketidakpercayaan terhadap sistem hukum, wacana untuk memperbaiki pengawasan terhadap hakim semakin mendesak agar putusan hukum ke depan dapat lebih adil dan transparan.
Seiring dengan berlarut-larutnya perdebatan mengenai vonis ini, publik Indonesia kini mempertanyakan, apakah sistem peradilan kita mampu menegakkan hukum dengan adil, ataukah keadilan masih bisa dipengaruhi oleh pertimbangan subjektif yang tidak logis?
(windi)