TopOne.id – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mewanti-wanti supaya badan bisnis memberi hak pegawai berwujud Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan maksimal H-7 Lebaran 2023. Selain itu, Ida menegaskan supaya perusahaan tidak menunggak atau mencicil THR keagaamaan cocok bersama aturan yang diterbitkan lewat Surat Edaran (SE) M//HK.0400/III/2023 perihal Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2023 bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan.
“THR keagamaan ini wajib dibayar penuh, tidak boleh dicicil. Mengimbau kepada perusahaan membayar THR keagamaan lebih awal sebelum saat jatuh tempo,” katanya.
Imbauan berkenaan jatuh tempo bantuan THR diturunkan mengingat harga kebutuhan barang pokok menjelang hari raya sering melambung tinggi. Ida berharap, bantuan tunjangan hari raya bisa meringankan beban pekerja dan menopang momen spesial bagi mereka yang merayakan.
“Sebagai contoh, Idul Fitri sebentar lagi akan dirayakan oleh umat Islam yang termasuk dijadikan sebagai momentum pertemuan keluarga besar umat lainnya,” ujarnya.
“Berkaitan bersama perihal selanjutnya dan sebagaimana sudah dilaksanakan pada tahun-tahun di awalnya kita mengeluarkan kebijakan THR. THR ini bertujuan untuk menopang mencukupi kebutuhan pekerja atau buruh dan keluarganya didalam menyambut hari raya keagamaan,” ucapnya.
Di samping aturan kala bantuan THR, Ida termasuk memberikan golongan pegawai mana saja yang berhak mendapat tunjangan hari raya keagamaan. Kriteria pegawai yang berhak meraih suntikan dana selanjutnya di antaranya sebagai berikut:
– THR Keagamaan wajib diberikan untuk pekerja yang membawa pertalian berdasarkan perjanjian kerja kala tidak tertentu (PKWTT), dan perjanjian kerja kala tertentu (PKWT).
– THR termasuk wajib diberikan kepada pekerja harian terlepas yang mencukupi syarat cocok aturan perundang-undangan.
– Bagi pekerja bersama era kerja 12 bulan terus menerus atau lebih, maka nominal THR yang wajib diberikan oleh perusahaan adalah sebesar satu bulan upah.
– Bagi pekerja bersama era kerja satu bulan secara terus menerus, namun kurang dari 12 bulan, maka THR yang diberikan wajib secara proporsional, yakni 1 bulan upah dikalikan era kerja, kemudian dibagi 12.
Lantas bagaimana langkah mengkalkulasi THR untuk pekerja yang era kerjanya berbeda-beda? Simak selengkapnya di bawah ini.
Cara Hitung THR 2023
Dalam rangka menegaskan pelaksanaan pembayaran THR keagamaan th. 2023, Ida meminta kepada para gubernur dan jajaran untuk mengupayakan supaya perusahaan di wilayah provinsi dan kabupaten/kota membayar THR Keagamaan cocok bersama ketetapan aturan perundang-undangan serta mengimbau perusahaan supaya membayar THR keagamaan lebih awal sebelum saat jatuh tempo kewajiban pembayaran THR keagamaan.
Adapun rumus untuk mengkalkulasi THR cocok posisi pegawai di perusahaan bisa dibayarkan sebagai berikut.
1. THR Senilai Gaji Sebulan Penuh
THR senilai satu kali gaji bulanan cuma bisa diberikan pada pekerja/buruh yang sudah membawa era kerja 12 bulan secara terus menerus, atau lebih dari satu tahun.
2. THR Karyawan Baru
Menaker menjelaskan, THR keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang sudah membawa era kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang membawa pertalian kerja berdasarkan perjanjian kerja kala tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja kala tertentu (PKWT), termasuk pekerja/buruh harian terlepas yang mencukupi syarat-syarat cocok aturan perundang-undangan.
Itu artinya, bagi karyawan baru yang sudah bekerja lebih dari 1 bulan berhak mendapat THR yang diberikan secara proporsional. Adapun langkah hitungnya yakni:
THR = (masa kerja : 12 bulan) x gaji satu bulan
Misal, seorang pegawai punya gaji Rp4 juta per bulannya. Apabila baru bekerja di perusahaan sepanjang 8 bulan, maka perhitungannya sebagai berikut:
THR = (8 : 12) x Rp4 juta
THR = Rp2.666.666
3. THR Buruh Harian Lepas
Ada kekhususan pengaturan bagi pekerja/buruh bersama perjanjian kerja harian lepas. Bila pekerja membawa era kerja 12 bulan atau lebih, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang di terima didalam 12 bulan paling akhir sebelum saat hari raya keagamaan.
Adapun bagi pekerja harian terlepas yang era kerjanya kurang dari 12 bulan, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang di terima tiap bulan sepanjang era kerja tersebut.
Untuk pekerja/buruh ini, perhitungan upah 1 bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan paling akhir sebelum saat hari raya keagamaan.
4. THR Bisa Lebih Besar
Menaker mengatakan, berkenaan ketetapan perihal besaran THR, dimungkinkan perusahaan mengimbuhkan THR yang lebih baik dari aturan perundang-undangan. Dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 diatur bahwa bagi perusahaan yang didalam perjanjian kerja (PK), aturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau normalitas yang berlaku di perusahaan selanjutnya sudah mengatur besaran THR yang lebih baik dari ketetapan aturan perundang-undangan, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh selanjutnya cocok bersama PK, PP, PKB, atau normalitas tersebut.***