TopOne.id – Kondisi Cristalino David Ozora (17) yang menjadi korban penganiayaan oleh Mario Dandy Satriyo (20) kini sudah mulai membaik, meski belum semuanya pulih. Jonathan Latumahina, ayah David sudah membagikan update kondisi terkini sang putra di tempat sosial pribadinya.
Pada Selasa, 7 Maret 2023, Jonathan membagikan kondisi David yang sudah bisa membuka mata, tetapi belum bisa merespons orang-orang di sekitarnya. Dalam unggahan video Jonathan, David nampak marah, mengerang kesakitan, dan inginkan menangis.
Jonathan hanya bisa memegangi tangan David dan menghendaki sang putra untuk meredakan amarahnya. Dia terhitung menghendaki sang putra untuk tetap mengucap istighfar.
“Kamu mesti sabar ya, istighfar, ayo ledakkan kemarahanmu terus, nanti tenagamu dipakai untuk penyembuhanmu. Aku sadar anda lagi marah, tetapi sudah cukup,” ucap Jonathan kepada sang putra.
Unggahan Jonathan di Twitter dan Instagram ini pun mendapat banyak variasi komentar berasal dari warganet. Tak sedikit yang mendoakan untuk kesembuhan David.
Mario Dandy ditahan di Polda Metro
Mario Dandy yang sudah berstatus sebagai tersangka di dalam persoalan penganiayaan tersebut, sudah ditahan di Polda Metro Jaya. Tak hanya Mario Dandy, Shane Lukas (19) yang terhitung terlibat di dalam penganiyaan ditahan di area yang sama.
Sebelumnya Mario Dandy dan Shane Lukas menjadi tahanan Polres Metro Jakarta Selatan. Saat ditahan di Polda Metro Jaya, keduanya diletakkan di sel terpisah.
Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol. Hengki Haryadi menyebut kedua tersangka ditahan terpisah untuk menjauhi kong kalikong yang dilakukan Mario Dandy dan Shane Lukas. Keduanya dipisah agar tidak mengaburkan fakta.
“Antisipasi agar tidak terulang lagi mereka berkoordinasi untuk mengaburkan fakta,” kata Hengki.
Polda Metro Jaya yang mengambil alih alih persoalan ini mengungkap bahwa pemindahan kontrol adalah demi mengoptimalkan penyidikan dan efisiensi berasal dari penyidikan. Selain itu, pengusutan persoalan yang ini terhitung membutuhkan cara kolaborasi dengan pemangku keperluan terkait.
Mario Dandy disebut sempat menambahkan info bohong. Awalnya Mario dandy menyebut berlangsung perkelahian, tetapi sesudah penyelidikan, ditemukan fakta bahwa pelaku merencanakan penganiayaan tersebut.
Selain itu, Mario Dandy disebut memerintahkan Shane Lukas untuk merekam aksi penganiayaan tersebut. Shane Lukas yang ditetapkan sebagai tersangka terhitung tak melerai atau menahan aksi penganiayaan tersebut.
Motif pelaku kekerasan hobi merekam aksinya
Tak dipungkiri di zaman digital ini, memproduksi video sudah marak di sedang masyarakat. Banyak pula aksi kekerasan yang direkam pelaku selanjutnya disebarkan ke tempat sosial.
Orang-orang yang memandang aksi kekerasan atau penganiayaan waktu ini terhitung lebih banyak pilih merekam alih-alih segera melerai kekerasan tersebut. Bahkan di persoalan Mario Dandy, Shane Lukas justru asyik merekam ketimbang menarik Dandy untuk tak menyerang David.
Aksi rekam merekam ini tak hanya berlaku di Indonesia, tetapi di luar negeri banyak berlangsung perihal serupa. Kepala psikologi anak dan remaja di Northwell Health, Dr. Victori Fornari menyebut aksi rekam merekam ini hanya bisa berlangsung selama era smartphone.
Menurut Fornari, tersedia kaitan pada unggahan kekerasan yang dilakukan pelaku dengan beroleh perhatian luas berasal dari publik. Oleh dikarenakan itu, banyak remaja yang belum bisa berpikir dengan benar melakukannya.
“Mereka inginkan sadar berapa banyak hit yang mereka dapatkan, berapa banyak orang yang melihatnya,” ucap Fornari, dikutip berasal dari NYPost.
Direktur Youth, Media, and Wellbeing Research Lab di Wellesley College, Dr. Linda Charmaraman menyebut remaja yang jalankan tindakan berikut sering kali tidak sadar yang benar untuk dilakukan. Otak remaja terhitung tetap berkembang.
“Otak remaja tetap berkembang, hal-hal layaknya control motivasi dan pertumbuhan moral, dan kadang-kadang, mereka apalagi mungkin tidak berpikir apa yang berlangsung itu nyata,” ucap Linda.
Linda terhitung menyebut alasan lain untuk merekam alih-alih menunjang adalah dikarenakan ada ketakutan bakal bahaya spesial dan pembalasan berasal dari pihak lain yang ikut campur. Fornari pun menyebut perekaman itu bakal berdampak terhadap korban di era mendatang, bisa saja korban mengalami problem stres, PTSD, sampai depresi.***