Jakarta | TopOne.id – Kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat dengan kata lain Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo menyebabkan banyak pertanyaan. Kasus ini menyeret Bharada Richard Eliezer dengan kata lain Bharada E menjadi tersangka sampai 25 personel polisi dicopot dari jabatannya, juga Irjen Ferdy Sambo.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun membentuk tim spesifik untuk mengusut kasus ini. Selain itu, Komnas HAM dan Kompolnas turut mengusut sebagai tim eksternal. Kasus Brigadir Yoshua ini terbilang rumit. Berikut sejumlah hal mengemuka sejauh ini mengenai kematian Brigadir Yoshua.
1. Kronologi Baku Tembak
Sebagai informasi, Brigadir Yoshua tewas dikira ditembak di rumah mampir Irjen Ferdy Sambo di kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7) sore. Polisi menyebut baku tembak itu di awali dugaan penodongan dan pelecehan oleh Brigadir Yoshua pada istri Irjen Ferdy Sambo. Brigadir Yoshua merupakan personel kepolisian yang ditugaskan sebagai sopir istri Ferdy Sambo.
Dugaan pelecehan itu disebut memicu istri Ferdy Sambo berteriak. Teriakan itu lantas didengar Bharada E yang bertugas sebagai pengawal Irjen Ferdy Sambo. Bharada E pun menanyakan mengenai apa yang berlangsung tapi direspons bersama dengan tembakan oleh Brigadir Yoshua.
Brigadir Yoshua dan Bharada E lantas disebut terlibat baku tembak. Brigadir Yoshua tewas dalam baku tembak.
Kasus ini baru diungkap ke publik tiga hari lantas atau Senin (11/7). Sejumlah pihak, mulai Menko Polhukam Mahfud Md sampai Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto, menilai tersedia kejanggalan dalam kasus ini, mulai CCTV yang rusak sampai pihak keluarga Brigadir J yang disebut tak boleh melihat jasad anaknya.
2. Mahfud Md Sebut Kasus Brigadir J Rumit
Mahfud Md mengatakan tersedia dua faktor yang memicu pengusutan kasus tewasnya Brigadir J menjadi susah, yaitu faktor psiko-hierarkis dan psiko-politik. Apa gerangan yang dimaksud Mahfud Md?
Mahfud mengucapkan dua arti itu usai bertemu bapak Brigadir J di Kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, seberang Monas, Kamis (4/8/2022). Gara-gara dua faktor itu, pengungkapan kasus tewasnya Brigadir J menjadi tidak semudah pengungkapan kasus kematian lainnya.
“Memang kudu bersabar gara-gara tersedia psycho-hierarchical, tersedia juga psycho-politics-nya. Kalau layaknya itu, secara tehnis penyelidikan, itu sebetulnya gampang. Apa namanya… apalagi para purnawirawan, ‘Kalau kayak gitu gampang, Pak, tempatnya paham ini’, kami telah tahulah. Tapi aku katakan, oke, jangan berpendapat dulu, biar Polri memproses,” tutur Mahfud.
3. 25 Polisi Diduga Menghambat
Diketahui, sebanyak 25 polisi dikira mencegah penanganan tempat kejadian perkara (TKP) dan penyidikan kasus tewasnya Brigadir J. Di antara 25 polisi tersebut, tersedia empat personel yang ditempatkan di lokasi khusus.
“Ada empat orang yang kami letakkan di tempat khusus,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (4/8).
Sigit mengatakan empat polisi yang dikira tidak profesional dalam menggerakkan tugasnya itu ditempatkan dalam tempat spesifik selama 30 hari. “Selama 30 hari,” ucapnya.
Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan isolasi pada personel bisa ditunaikan terkait potensi mengulang pelanggaran. Hal itu diatur dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022 mengenai Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 98 ayat 3 Perpol itu berbunyi ‘Dalam hal tertentu, penempatan pada tempat spesifik bisa ditunaikan sebelum sidang KKEP bersama dengan pertimbangan’. Pertimbangan itu di antaranya keamanan/keselamatan terduga pelanggar dan masyarakat; perkaranya menjadi atensi masyarakat luas; dan terduga pelanggar dikhawatirkan melarikan diri.
“Mengulangi pelanggaran kembali,” kata Ramadhan kepada wartawan, Jumat (5/8/2022).
4. CCTV Rusak
Polri mengaku telah paham orang yang mengambil alih kamera CCTV rusak di lokasi kejadian Brigadir J di Kompleks rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Siapakah sosok yang mengambil alih CCTV tersebut? Perihal sosok yang mengambil alih CCTV rusak itu disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Kapolri menyebut telah mengantongi identitas pengambil CCTV itu.
“Ada CCTV rusak yang diambil alih pada saat di satpam dan itu juga telah kami dalami. Kita telah mendapatkan bagaimana proses pengambilan,” kata Sigit.
Pengambil CCTV rusak merupakan bagian Polri. Dia telah di cek oleh penyidik kasus tewasnya Brigadir J.
“Yang paham kontrol tetap berlanjut. Namun hal itu telah kami dapatkan siapa yang melakukan, siapa yang mengambil, siapa yang menyimpan, dan semuanya,” kata dia.
5. Narasi Bharada E Jago Menembak Mulai Diragukan
Bharada E, yang dikira terlibat baku tembak menewaskan Brigadir J, sempat disebut penembak jagoan. Namun narasi itu mulai diragukan. Pernyataan soal Bharada E sebagai jago tembak sempat disampaikan Kapolres Metro Jakarta Selatan nonaktif Kombes Budhi Herdi Susianto dalam rapat konferensi pers di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022).
“Sebagai uraian informasi, kami juga melaksanakan interogasi pada komandan Bharada RE. Bahwa Bharada RE ini sebagai pelatih vertical rescue dan di Resimen Pelopornya dia sebagai tim penembak no satu kelas satu di Resimen Pelopor. Ini yang kami dapatkan,” terang Budhi saat itu.
Namun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengutarakan hal lain. Menurut LPSK, Bharada E tidak lebih jago menembak dibandingkan bersama dengan Brigadir Yoshua.
“Informasi itu kami peroleh (Bharada E tak jago tembak). Artinya, jika dibandingkan bersama dengan Yoshua, Yoshua lebih jago tembak,” ujar Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi saat dihubungi, Kamis (4/8/2022).
Namun Edwin mengatakan bukan kasus jago menembak atau tidak yang menjadi persoalan. Dia mengatakan Bharada E telah miliki kompetensi dalam memegang senjata api. LPSK juga mengutarakan hasil penelusuran timnya pada Bharada E. LPSK menemukan Bharada E menembak Brigadir Yoshua dalam jarak dekat.
“Iya, jaraknya dekat, dan tidak perlu keahlian dalam melaksanakan penembakan dalam jarak itu,” Edwin.
6. Tak Ada Saksi
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan tak tersedia yang melihat penodongan pistol oleh Brigadir Yoshua ke istri Ferdy Sambo. Dia juga mengatakan tak tersedia yang saksi melihat tembak-menembak Brigadir Yoshua bersama dengan Bharada E.
“Sama bersama dengan Bharada E ini kan baru keterangan Bharada E sendirian, yang lantas diperkuat oleh keterangan Ricky, yang juga berada di lantai bawah. Tetapi Ricky sebetulnya tidak melihat langsung tembak-menembak itu. Dia katanya melihat Yoshua mengacungkan senjata, lantas saat tersedia suara tembakan, dia sembunyi. Jadi dia nggak paham sebetulnya lawan tembaknya Yoshua itu siapa menurut kesaksian dia. Setelah lantas suara tembakan berhenti, baru dia keluar. Dia melihat Yoshua telah telungkup, lantas dia melihat Bharada E turun dari tangga,” kata Taufan dalam diskusi secara daring, Jumat (5/8/2022).
(HT)