Jakarta | TopOne.id – Pemerintah Indonesia menghentikan sementara pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) atau kerap disebut tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia.
Dikutip dari Kompas.com, 13 Juli 2022, penghentian sementara tersebut termasuk perekrutan PMI di sektor perkebunan. Penghentian ini dinilai memberi pukulan bagi Malaysia terkait posisinya sebagai produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia. Lantas, sebenarnya apa alasan Indonesia menghentikan pengiriman PMI ke Malaysia?
Dikutip dari Kompas.com, 13 juli 2022, Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hermono menyebut, penghentian ini dilakukan karena Otoritas Imigrasi Malaysia terus memakai sistem rekrutmen online untuk pekerja rumah tangga. Padahal, cara tersebut dikaitkan dengan tuduhan adanya perdagangan manusia dan kerja paksa.
Hal serupa juga dikatakan oleh Menteri Ketenagakerjaan Indonesia, Ida Fauziyah. Dikutip dari laman Kompas.com, 15 Juli 2022, penghentian pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia akan dilakukan sampai ada penutupan System Maid Online (SMO).
Untuk diketahui, SMO adalah sistem prekrutan PMI sektor domestik atau pembantu rumah tangga. Sistem SMO dinilai adalah bentuk pelanggaran kesepakatan antara Malaysia dan Indonesia.
Adanya SMO membuat pemerintah Indonesia tak bisa mengetahui nama majikan, maupun besaran gaji yang diterima PRT. Sehingga, aplikasi milik Kementerian Dalam Negeri Malaysia tersebut rentan membuat TKI tereksploitasi.
“KBRI di Kuala Lumpur merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat untuk menghentikan sementara waktu penempatan PMI di Malaysia, hingga terdapat klarifikasi dari Pemerintah Malaysia, termasuk komitmen untuk menutup mekanisme SMO sebagai jalur penempatan PMI,” kata Ida.
Malaysia dinilai telah langgar kesepakatan Malaysia dinilai telah melanggar kesepakatan yang ditandatangani pada 1 April 2022. Sesuai kesepakatan tersebut, perekrutan PMI sektor domestik hanya dilakukan melalui sistem satu kanal.
Sesuai perjanjian, kanal tersebut seharusnya menjadi satu-satunya mekanisme resmi untuk merekrut dan menempatkan PMI sektor domestik di Malaysia. Adanya kanal ini maka seharusnya pemerintah Indonesia bisa meninjau besaran gaji hingga jaminan sosial kesehatan PMI.
Sistem SMO, menurut Ida, tak melalui tahap pemberangkatan TKI secara benar. “Hal ini tentu tidak sesuai dengan kesepakatan dan komitmen kedua negara, karena penempatan seharusnya menggunakan one channel system. Kesepakatan dalam MoU tersebut tentunya didasarkan atas iktikad baik oleh kedua negara,” ujarnya.
(TO)